NILAI-NILAI KEISLAMAN

A.     Pengertian Nilai-nilai Keislaman
1.       Pengertian Nilai
Nilai artinya harga (Depdikbud 1989 : 690). Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. (Purwadarminta, 1999: 677). Nilai memberikan identitas terhadap suatu subyek atau obyek. Keberadaannya sangat penting karena mempunyai ukuran-ukuran, model, arah, gaya dan sebagainya. Urgensi nilai pada suatu benda menentukan manfaat, kualitas dan sebagainya. Dan urgensi nilai pada manusia berupa sifat-sifat, karakter, moral dan lain-lain. Nilai itu praktis dan efektif  dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. (Muhaimin dan Mujib 1993 : 110)
Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standard umum yang diyakini, yang diserap dari keadaan obyektif maupun diangkat dari keyakinan, sentiment (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah SWT, yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasaan umum), kejadian umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syari'at umum. (Ahmadi dan Salimi, 2004: 203)
Nilai adalah suatu pola normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada disekitarnya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagiannya. (Arifin, 2005: 128). Sedangkan menurut Sakirman M Noer, dalam Islam nilai dikenal dengan istilah akhlak. (Noer 1999 : 50)
Menurut Hasan Langgulung, nilai adalah norma yang meletakkan perbuatan, cara bertingkah laku, dan tujuan pekerjaan di atas tahap yang dapat diterima, yang diingini atau tidak diingini atau yang dianggap baik atau yang dianggap buruk. (Langgulung 2002 : 91)
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang abstrak, yang penting dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku, sehingga menjadi manusia berkualitas yang membangkitkan respon penghargaan.

2.       Pengertian Keislaman
Dalam menjalani kehidupan manusia membutuhkan agama sebagai pedoman. Tanpa pedoman manusia akan hidup tak terarah serta mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil. Islam merupakan agama yang terakhir, yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana agama terakhir dan penyempurna agama-agama terdahulu, Islam bersifat rahmatal lil'alamin yaitu rahmat bagi seluruh alam, utamanya bagi hidup dan kehidupan manusia. Islam memiliki nilai universal yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Dengan merealisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam, manusia akan terjamin keselamatan dan kesejahteraannya baik di dunia maupun di akhirat. Sebelum membahas lebih jauh tentang nilai-nilai keislaman tersebut, alangkah baiknya diketahui makna Islam terlebih dahulu. Pengetahuan tentang Islam didasarkan atas keterangan              al-Qur'an dan al-Hadis yang digali dan disimpulkan oleh para ilmuwan muslim.
   Islam berasal dari bahasa Arab  aslama, yuslimu, islaman yang berarti berserah diri, tunduk. Akar kata aslama adalah salima yang berarti selamat dan damai. Jadi secara harfiah Islam berarti tunduk, taat dan patuh serta berserah diri kepada Allah agar memperoleh keselamatan.
Kata Islam memiliki banyak pengertian, antara lain : 
a.       Kata Islam, yang berasal dari kata kerja aslama, yuslimu, dengan pengertian "menyerahkan diri, menyelamatkan diri, taat, patuh dan tunduk".
b.       Kalau dilihat dari segi kata salima, mengandung pengertian antara lain "selamat, sejahtera, sentosa, bersih dan bebas dari cacat/cela".
c.       Sedangkan kalau dilihat dari kata dasar salam maka akan berarti "damai, aman dn tenteram". (Zuhairini 1995 : 35)
Islam berarti "selamat" karena ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, dapat juga berarti "damai" karena damai dengan sesama mukminin (orang beriman) dan dapat juga berarti "meningkatkan derajat umat". Padanannnya adalah salima artinya selamat, salami artinya taat, silmi artinya damai, sullam artinya meningkatkan derajat. Sullam adalah isim jamid yang diartikan sebagai fa'il, dari salima (fi'il lazim) kemudian dijadikan fi'il muta'addi menjadi aslama, yuslimu, islaman. (Manaf, 1994 : 103)
Islam mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. (Gazalba 1985:27). Menurut Bawany, Islam berarti berserah diri, taat sepenuhnya kepada Allah. (Bawany 1994 : 15) Sedangkan Muhammad 'Imanuddin 'Abdulrahim dengan bersandar pada surat Ali Imran ayat 83 mengemukakan bahwa pengertian Islam sama dengan sujud. Sifat ini adalah "pasrah" atau "patuh" kepada ketentuan hukum atau sistem nilai yang tepat, konsisten dan terpadu, sehingga semuanya bertabi'at dan berjalan secara teratur dan sangat harmonis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Islam berarti pasrah atau patuh kepada Allah. (Abdulrahim, t.th.: 6). Dalam pengertian ini, dipahami bahwa Islam adalah berserah diri, tunduk dan taat sepenuhnya kepada Allah. Dan sujud merupakan wujud merendahkan diri, patuh terhadap segala ketentuan-Nya. 
Islam, apabila dilihat dari akar katanya memang memiliki makna yang berbeda-beda. Namun pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama yaitu menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Apabila pengertian Islam secara bahasa di atas dirangkai menjadi suatu kalimat akan menghasilkan proses penyerahan diri kepada Allah yaitu: "Menyerahkan diri kepada Allah dengan cara tunduk, patuh dan melaksanakan perintah atau hukum-hukum yang ditetapkan-Nya serta menjaga kepatuhan itu dari cacat (menjauhkan larangan-Nya) sehingga tercapai kesejahteraan hidup yang penuh dengan kedamaian.
Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 83:
uŽötósùr& Ç`ƒÏŠ «!$# šcqäóö7tƒ ÿ¼ã&s!ur zNn=ór& `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÄßöF{$#ur $YãöqsÛ $\döŸ2ur Ïmøs9Î)ur šcqãèy_öãƒ ÇÑÌÈ  

Artinya:    "Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan". (QS. Ali Imran/3 : 83)

Menurut TM Usman el Muhammady, Islam ialah sejumlah i'tiqad-i'tiqad kepercayaan, undang-undang, peraturan-peraturan, pimpinan-pimpinan, pelajaran-pelajaran, buat membentuk dengan mengisi fikiran, perasaan dan kemauan manusia bagi keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diajarkan Allah kepada manusia dengan perantara seorang Rasul. (Bakry, 2003:3). Dari pengertian ini memberikan suatu pemahaman bahwa Islam bermaksud memberikan peraturan, pelajaran, undang-undang atau ketentuan-ketentuan kepada manusia agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, termasuk di dalamnya aturan-aturan yang berkenaan dengan penanaman nilai-nilai.
Islam adalah suatu aqidah dan tata qa'idah yang mengatur segala peri kehidupan dan penghidupan manusia dalam pelbagai hubungan baik hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun hubungan manusia dengan sesama manusia ataupun hubungan manusia dengan alam lainnya (nabati, hewani dan lain sebagainya. (Anshari 1986 : 21). Sedangkan menurut A. Gaffar Ismail yang juga dikutip Hamid, Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Muhammad SAW berisi kelengkapan dari pelajaran-pelajaran meliputi kepercayaan, serimoni peribadatan, tata tertib penghidupan pribadi, tata tertib pergaulan hidup, peraturan-peraturan Tuhan, bangunan budi pekerti yang utama, dan menjelaskan rahasia penghidupan yang kedua yaitu akhirat. (Anshari 1986 : 23). Bertolak dari kedua pendapat ini, tersirat bahwa Islam merupakan agama yang paling sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, mulai dari hubungan manusia dengan sang pencipta (ibadat) dan hubungan manusia dengan manusia serta hubungan manusia dengan makhluk lainnya (tata tertib hidup dan pergaulan).
Islam berarti damai dan kasih sayang. Maksudnya, Islam mengajarkan perdamaian dan kasih sayang bagi umat manusia tanpa memandang warna kulit, agama dan status sosial. Oleh karenanya Islam tidak membenarkan adanya penjajahan. (Hamid 2000 : 2) Dari pengertian ini memberikan pengertian bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian serta menebarkan kasih sayang di antara sesama. Islam tidak membedakan manusia dari segi fisik, suku, warna kulit dan sebagainya, yang membedakannya hanyalah ketaqwaan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9
4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  

Artinya:    "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. al-Hujurat/49 : 13)

Islam adalah agama yang berasal dari Allah. (Nata, 1999: 65). Sedangkan menurut Rosniati Hakim, Islam adalah dienullah, tentang pokok-pokok ajaran dan tata nilai kehidupan serta aturan yang disampaikan oleh Allah kepada Rasul-Nya Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada manusia. (Hakim, 2000: 50). Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang berisi tentang pokok ajaran dan aturan yang benar karena berasal dari Allah.
Islam mempunyai dua pengertian. Pertama, mengikrarkan dengan lidah, baik ucapan lidah itu dibenarkan oleh hati ataupun tidak. Kedua, mengikrarkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengamalkannya dengan sempurna dalam perilaku hidup serta menyerahkan diri kepada Allah dalam segala ketetapan-Nya, baik qada maupun qadar-Nya.                (Ash Shiddieqy 1998 : 19). Pengertian Islam yang dikemukakan oleh Ash Shiddieqy ini sama dengan pengertian Iman yang dikemukakan oleh Zainuddin, "Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui kebenarannya dengan hati dan mengamalkan dengan perbuatan". (Zainuddin 1991 : 97). Kedua pendapat ini, jika diperhatikan sepintas maka akan memberikan keraguan dalam memahami iman dan Islam, apakah sama Iman dengan Islam ataukah beda. Dalam hal ini Ash Shiddieqy memberikan penjelasan bahwa pengertian iman juga terbagi dua. Pertama, membenarkan dengan hati. Kedua, sama dengan makna kedua dari Islam di atas. Apabila di suatu tempat disebut iman atau Islam saja, maka hendaklah masing-masing diartikan dengan makna yang kedua. Tetapi, jika iman dan Islam disebut bersama-sama dalam satu rangkaian kalimat, maka hendaklah kepada masing-masingnya diberikan makna yang pertama. (Ash Shiddieqy 1998 : 17-20)
Menurut penulis sendiri, tanpa bermaksud tidak menghargai pendapat dua pakar di atas, iman lebih tepat diartikan dengan membenarkan dalam hati (sama dengan pendapat pertama Ash Shiddieqy tentang iman), sedangkan mengikrarkan dengan lidah dan mengamalkannya dengan perbuatan merupakan realisasi dari iman, yang lebih tepat disebut dengan Islam. Seorang yang beriman akan mengikrarkan keimanannya dengan mengucapkan kalimat syahadat, selanjutnya dibuktikan dengan beribadah kepada Allah. Keduanya ini merupakan  rukun Islam. Dengan kata lain, setiap orang beriman belum tentu Islam, tapi setiap orang Islam sudah belum memiliki iman di dalam hatinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan tunduk kepada Allah dengan cara menjalankan segala perintahnya serta menjauhkan diri dari segala yang dapat membuat cacat ketaatan itu demi mencapai keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
Kata Islam, jika diberi imbuhan ke-an maka akan menjadi keislaman yang mempunyai makna segala sesuatu yang bertalian dengan agama Islam. (Depdikbud, 1995: 388). Pengertian ini memberikan makna bahwa segala sesuatu yang ada sangkutpautnya dengan Islam diistilahkan  dengan  keislaman.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambilkan pengertian bahwa nilai-nilai keislaman adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada agama Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi kepada Allah Sang Pencipta. Dengan kata lain, nilai-nilai keislaman adalah ajaran Islam itu sendiri. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan kepada anak sejak kecil, sebab pada masa itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik kepadanya.

B.     Dasar  dan Fungsi Nilai-nilai Keislaman
1.       Dasar Nilai-nilai Keislaman
     Islam akan berjalan sebagaimana mestinya dan benar-benar bermanfaat bagi kehidupan manusia, maka perlu referensi pokok yang mendasarinya. Dasar adalah landasan tempat berpijak. Ibarat bangunan akan berdiri dengan kokoh bila ditopang oleh fundamen. Demikian pula dengan agama yang dianut oleh seseorang atau masyarakat. Agama mengandung sistem nilai yang bersumber dari kitab sucinya. Agama Islam merupakan agama yang benar di sisi Allah, kebenarannya tidak dapat disangsikan lagi, maka yang menjadi dasar keislaman adalah ajaran Islam itu sendiri. Agama Islam bersumber dari al-Qur'an, as-Sunnah serta ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang dikandungnya mempunyai suatu hukum, baik dari segi kedalilannya maupun penafsiran atau pemahaman terhadapnya. Dengan demikian akan tampak secara jelas prinsip dan makna nilai tersebut dalam mengatur kehidupan. 
a.       Al-Qur'an
Menurut ajaran Islam, al-Qur'an adalah kumpulan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. (Hamid, 2000: 9).  Senada dengan itu, al-Qur'an adalah firman Allah yang dibawa turun oleh Ruhul Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hati Rasulullah SAW, agar dia menjadi salah seorang pemberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas. Ia merupakan kitab suci, ajarannya sesuai setiap zaman dan tempat, mencerdaskan akal, menyejukkan hati serta memberi petunjuk kepada yang lebih lurus dalam semua lini kehidupan. (Azhim, 2006: 20). Dia merupakan sendi fundamental dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari'at, merupakan undang-undang dasar, sumber dari segala sumber dan dasar dari semua dasar. (Abdullah 2004 : 10)
Al-Qur'an adalah kitab yang mencakup perundang-undangan yang lengkap. Kedudukannya dapat memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada orang yang mau mengambilnya, dan orang yang menolaknya dan tidak menerimanya diancam dengan penderitaan di dunia dan akhirat. Al-Qur'an adalah satu-satunya kitab yang dipelihara oleh Allah keselamatannnya dari kekurangan dan tambahan, dari perubahan dan penggantian, dan diabadikan hingga akhir kehidupan ini. (El-Jazairi, 1993:46)
Hal ini juga senada dengan firman Allah dalam surat Thaha ayat 123-124 :
tA$s% $sÜÎ7÷d$# $yg÷YÏB $JèÏHsd ( öNä3àÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 Arßtã ( $¨BÎ*sù Nà6¨ZtÏ?ù'tƒ ÓÍh_ÏiB Wèd Ç`yJsù yìt7©?$# y#yèd Ÿxsù @ÅÒtƒ Ÿwur 4s+ô±o ÇÊËÌÈ   ô`tBur uÚtôãr& `tã ̍ò2ÏŒ ¨bÎ*sù ¼ã&s! Zpt±ŠÏètB %Z3Y|Ê ¼çnãà±øtwUur uQöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4yJôãr& ÇÊËÍÈ  

Artinya: “Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang  siapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (QS. Thaha/14:123-124)

Dari berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang paling sempurna dan paling lengkap serta mengatur segala aspek kehidupan. Al-Qur'an diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia, orang yang menjadikan al-Qur'an sebagai petunjuk akan memperoleh kebahagiaan di dunia apalagi di akhirat kelak. Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia memiliki sifat yang universal, berlaku bagi setiap waktu, tempat dan keadaan. Termasuk juga zaman era globalisasi saat ini.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Jatsiyah ayat 20 :
#x»yd çŽÈµ¯»|Át/ Ĩ$¨Y=Ï9 Yèdur ×pyJômuur 5Qöqs)Ïj9 šcqãYÏ%qムÇËÉÈ  

Artinya : "Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini". (QS. Al-Jatsiyah/45: 20)

Al-Qur'an diturunkan oleh Allah sebagai rahmat bagi sekalian alam. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Anbiya' ayat 107 :
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 

Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya/21: 107)

Al-Qur'an bukan hanya sebuah kitab yang mengatur tata cara berkehidupan di dunia  sebagai panduan dalam melaksanakan amal shaleh dan menjauhi amal buruk, tetapi juga memberikan panduan untuk persiapan menghadapi kehidupan akhirat kelak. Al-Qur'an bak pelita di malam hari yang menerangi kegelapan. Dengan cahayanya yang terang benderang al-Qur'an memberikan jalan terang kepada umat manusia untuk sukses menempuh kehidupan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, agar mendapatkan cahaya terang tersebut dan sukses menempuh kehidupan di dunia dan akhirat, manusia terutama umat Islam harus mematuhi dan mengamalkan ketentuan-ketentuan yang digariskan Allah di dalam al-Qur'an. Firman Allah SWT dalam surat al-A'raf ayat 3 :
(#qãèÎ7®?$# !$tB tAÌRé& Nä3øŠs9Î) `ÏiB óOä3În/§ Ÿwur (#qãèÎ7­Fs? `ÏB ÿ¾ÏmÏRrߊ uä!$uÏ9÷rr& WxÎ=s% $¨B tbr㍩.xs?  
Artinya: Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)". (Al-A'raf/7:3).

Manusia diciptakan oleh Allah agar mengabdi kepada-Nya, karena itu harus ada aturan untuk mengabdikan diri tersebut. Tanpa aturan mustahillah pengabdian diri tersebut dapat dilaksanakan. Dan aturan ini haruslah datangnya dari Allah. Sebab mustahil manusia akan dapat membuat aturan tersebut yang sesuai dengan keinginan Allah. Aturan yang sesuai dengan keinginan semua manusia saja mustahil manusia dapat membuatnya, apalagi aturan yang sesuai dengan keinginan Allah. Karena itu, Allah yang Maha Tahu mengirimkan aturan tersebut kepada manusia dengan perantara Rasul-Nya dalam bentuk kitab suci. (Zaini, 1983: 198). Tidak dapat disangsikan lagi bahwa al-Qur'an merupakan pedoman hidup, sumber nilai dan perunjuk dalam rangka melakukan berbagai aspek kehidupan. (Kaelany, 2000: 99)
Al-Qur'an sebagai kitab suci yang sempurna mengandung berbagai prinsip pokok dari berbagai aspek kehidupan. Di dalamnya tercantum ajaran dasar dan tuntunan supaya manusia dapat menjalankan tugas sebagai khalifah di permukaan bumi dengan baik dan untuk mengangkat derajat manusia ke tempat yang mulia sesuai dengan fitrah manusia. Ayat-ayat Allah yang terpapar dalam al-Qur'an mengandung bermacam-macam nilai dan metode  yang sesuai dengan waktu, tempat dan kondisi yang berbeda, sehingga umat manusia dapat mengapai gelar insan kamil yang didamba-dambakan.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa al-Qur'an adalah sumber utama keislaman. Jika manusia berpedoman kepadanya, maka dipastikan dia akan selamat dan bahagia dalam mengarungi hidup di dunia. Sebaliknya, jika sikap seorang manusia tidak sesuai dengan petunjuk yang digariskan di dalam al-Qur'an maka mustahil ia akan menggapai keselamatan, yang ada malah kecelakaan. Apabila setiap perbuatan benar-benar dipedomani dari al-Qur'an maka seseorang akan terhindar dari pengaruh negatif, sehingga melalui nilai-nilai yang bersumber dari al-Qur'an  ini akan terbentuk kepribadian muslim yang kokoh.
b.       As-Sunnah
As-Sunnah adalah sumber asasi yang kedua norma dan nilai dalam Islam, ialah segala ucapan, perbuatan dan sikap Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah, yang berfungsi sebagai penafsir dan "pelengkap" bagi al-Qur'an. (Anshari 1992 : 79). Sunnah berarti suatu jalan, tradisi atau cara berbuat. Jadi sunnah lebih mengacu pada perbuatan. (Manaf, 1994: 115). Sedangkan menurut Jumhur ulama, as-Sunnah yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. (Nata, 1999: 73). Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa yang segala perbuatan Rasullah dinamakan dengan as-Sunnah.
Sunnah Rasulullah SAW merupakan sumber asli dari hukum-hukum syara' dan menempati posisi kedua setelah al-Qur'an. (Haroen, 1995: 47 ), karena kedudukan Nabi SAW sebagai penafsir dan penjelas segala sesuatu yang termaktub dalam al-Qur'an. Kedudukan as-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dipaparkan oleh Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:
$pkšr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/  ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  

Artinya:    Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa'/4:59)

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang mengaku beriman kepada Allah harus mentaati-Nya dan menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup. Jika tidak sesuatu hal tidak dipaparkan secara terperinci dalam al-Qur'an maka berpedomanlah kepada sunnah Rasulullah. Dan ini akan membawa seorang mukmin ke arah yang lebih baik.
Rasulullah SAW selain sebagai Rasul juga sebagai guru yang hebat yang patut diteladani oleh orang-orang yang mengaku beriman kepadanya. Nabi Muhammad dengan tegas menyatakan agar umatnya selalu mengikuti atau menjalankan segala petunjuk yang termuat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, menjadikannya sebagai pedoman dan pegangan hidup. Dengan berpedoman kepada keduanya (al-Qur'an dan as-Sunnah), niscaya tidak akan tersesat untuk selamanya. Sebagaimana Sabda beliau :
تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنه نبيه

Artinya:    "Telah aku tinggalkan untuk dua perkara, yang kamu tidak akan tersesat apabila berpegang kepada keduanya, yakni kitab Allah (al-Qur'an) dan Sunnah nabi-Nya". (Anas 1989: 1323)

Dalam ajaran Islam, as-Sunnah adalah segala sesuatu yang pantas diteladani  dari baginda rasulullah Saw, karena  Allah sendiri telah menjamin kepribadian Rasulullah melalui firman-Nya:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  

Artinya  :   “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS.  al-Ahzab/33:21)

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa as-Sunnah adalah penjelas dari al-Qur'an sehingga as-Sunnah dijadikan sumber kedua dalam Islam setelah al-Qur'an. Nilai-nilai keislaman juga harus berpedoman kepada sunnah Rasulullah karena beliau adalah guru besar dalam segala aspek yang langsung dididik oleh Allah. Cara mendidik ala Rasulullah patut dicontoh oleh pendidik masa kini.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW sebagai berikut :
ادبني ربي فأحسن تأدبي (رواه سيوطي)

Artinya:   "Tuhan telah mendidikku, sehingga baik pendidikanku".
c.       Ijtihad
Ijtihad adalah penggunaan akal fikiran leh fuqaha-fuqaha Islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam al-Qur'an dan sunnah dengan syarat-syarat tertentu. (Ramayulis, 2006: 128)
Ijtihad yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu oleh ilmuwan syari'at Islam untuk menetapkan /menetapkan sesuatu hukum syari'at hukum Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur'an dan Sunnah. ( Daradjat 1992:21). Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari, ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh seseorang (beberapa orang) ulama tertentu, yang memiliki syarat-syarat tertentu, pada suatu tempat dan waktu tertentu, untuk merumuskan suatu kepastian atau penilaian hukum mengenai sesuatu (atau beberapa) perkara, yang tidak terdapat kepastian hukumnya secara eksplisit dan positif  baik dalam al-Qur'an maupun dalam Hadis. (Anshari 1986 : 39)
Dari pendapat di atas, jelas bahwa untuk memahami dan menetapkan hukum umum dan belum dijabarkan secara rinci dalam  al-Qur'an dan sunnah maka perlu dilakukan ijtihad.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa al-Qur'an dan as-Sunnah merupakan dasar ideal atau dasar pokok nilai-nilai keislaman, sedangkan ijtihad merupakan dasar tambahan nilai-nilai keislaman. Dasar tambahan dapat dan boleh diterapkan selama tidak bertentangan dengan dasar pokok yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah.

2.       Fungsi Nilai-nilai Keislaman
Setiap benda atau aktivitas yang dilakukan memiliki fungsi atau tujuan tertentu, termasuk nilai-nilai keislaman. Fungsi nilai-nilai keislaman sesuai dengan fungsi agama Islam itu sendiri. Sedangkan fungsi agama Islam tersebut adalah : (Hakim  2000 : 35-38)
a.       Penyelamat manusia baik di dunia maupun akhirat
b.       Pengendali diri
c.       Menjamin kebahagiaan manusia dunia dan akhirat
Sedangkan menurut Yusuf al-Qardhawi yang juga dukutip Rosniati Hakim, tujuan Islam adalah sebagai berikut :
a.       Membangun manusia yang shaleh
b.       Membangun keluarga yang shaleh
c.       Membangun masyarakat yang shaleh
d.      Membangun umat yang shaleh
e.       Membangun negara yang shaleh
f.        Dakwah (seruan) kepada kebaikan (Hakim 2000 : 39)
Berdasarkan tujuan agama Islam yang dikemukakan di atas, jelas bahwa Islam mengatur segala aspek kehidupan, mulai dari diri pribadi, masyarakat bahkan negara. Dengan demikian manusia yang mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, hidupnya akan terarah, terkendali serta terhindar dari hal-hal yang dapat merusak kepribadiannya sehingga tercapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia bahkan di akhirat. 

C.     Macam –macam nilai-nilai Keislaman
Islam merupakan agama yang universal. Segala aspek kehidupan diatur didalamnya, mulai dari hal mudah sampai kepada yang sulit, mulai dari hal kecil sampai kepada yang besar. Tidak ada satupun yang luput dari jangkauan Islam.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Dalam agama Islam terdapat bermacam-macam nilai keislaman yang mendukung dalam pelaksanaan ajaran Islam bahkan menjadi suatu sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa menciptakan insan  yang  sesuai dengan harapan Islam.
Nilai keislaman sangat erat kaitannya dengan tujuan Islam itu sendiri. Di dalam nilai keislaman inilah dijabarkan dengan jelas realisasi tujuan Islam tersebut. Dengan demikian, tujuan ajaran Islam selalu dikaitkan dengan nilai keislaman, agar di antara keduanya terdapat keselarasan dan keseimbangan antara tujuan yang hendak dicapai dengan nilai keislaman yang ingin dikembangkan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai nilai keislaman secara garis besar dapat dilihat dari hadis Rasulullah SAW berikut :
حديث ابى هريرة قال:كان النبي صلى الله عليه وسلم بارزا يوما للناس فأتاه رجل فقل: ماالايمان؟ قال:الايمان أن تؤمن باالله وملائكته وبلقائه وبرسله وتؤمن بالبعث. قال:ماالاسلام؟ قال: الاسلام أن تعبدالله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاةالمفروضة وتصوم رمضان. قال:ماالإحسان؟ قال: أ نتعبدالله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك... ( أخرجه البخارى)                                                 

Artinya: "Abu Hurairah r.a berkata, 'Pada suatu hari ketika Nabi SAW. sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba dating seorang laki-laki dan bertanya, "Apakah Iman itu?" Jawab Nabi SAW, "Iman adalah percaya kepada Allah SWT., para malaikat-Nya, berhadapan dengan Allah, para Rasul-Nya, dan percaya kepada hari berbangkit dari kubur. 'Lalu laki-laki itu bertanya lagi, "Apakah Islam itu?"Jawab Nabi SAW, "Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan, dan berpuasa di bulan Ramadhan. "Lalu laki-laki itu bertanya lagi, "Apakah Ihsan itu?" Jawab Nabi SAW, Ihsan ialah menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau  tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu…”                  (HR. Bukhari). ( Syafe'I 2000:11-13)

Berdasarkan hadis di atas, ada tiga ajaran mendasar dalam Islam. Ketiga ajaran pokok (aspek) inilah yang akan dikembangkan. Pertama, keimanan yang meliputi rukun iman yang enam. Kedua, Islam yang meliputi ibadah dan syari'at. Ketiga, Ihsan merupakan jiwa dari seluruh amal perbuatan yang dirangkum dalam akhlak. Sedangkan Zainuddin juga mengatakan, dalam ajaran Islam terkandung tiga unsur nilai yaitu nilai aqidah yang berhubungan dengan masalah keimanan, nilai ibadah sebagai realisasi dari keimanan dan nilai akhlak yaitu tata perilaku dan sifat manusia. (Zainuddin 1991 : 97)  Jadi, intisari ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW meliputi tiga aspek yaitu keimanan, ibadah dan akhlak.


  1. Nilai Aqidah

Aqidah merupakan dasar Islam. Secara bahasa aqidah berasal dari bahasa Arab 'aqada yang berarti ikatan atau sangkutan. Sedangkan secara bahasa secara sederhana dapat diartikan dengan keyakinan hidup. Keyakinan atau keimanan dalam arti khusus berarti suatu janji yang bertolak dari dalam hati.
Keyakinan /aqidah tumbuh terhunjam di dalam hati, disebabkan karena meniru orang tua/masyarakat, karena suatu anggapan dan karena suatu dalil. (Zaini, 1983: 51). Tiruan dan anggapan telah berulang secara terus menerus sesuai dengan hukum. Sesuatu yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Adat yang diulang-ulang akan menjadi sifat, sifat akan menjadi adapt. Kumpulan sifat-sifat akan menjadi kepribadian, aqidah pun akan timbul di hati karena dalil-dalil, dimana dalil-dalil yang dikemukakan dengan tepat dan benar serta tepat cukup banyak sehingga tidak ada lagi jalan untuk membantahnya.
Iman berarti kepercayaan, yang intinya percaya dan mengakui bahwa Allah itu ada dan esa, tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. (Syafe'i, 2000: 16). Menurut Moersaleh, iman berarti tahu, percaya, yakin lahir batin akan kebenaran sesuatu (berdasarkan pengetahuan). (Moersaleh, 1989: 2) Sedangkan menurut Zainuddin, Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui kebenarannya dengan hati dan mengamalkan dengan perbuatan. (Zainuddin, 1991 : 97)
Jelas bahwa iman di sini meliputi tiga aspek: Pertama, ucapan lidah atau mulut, karena lidah adalah cerminan hati. Kedua, pembenaran hati dengan i'tiqad. Ketiga, amal ibadah dihitung dari sebagian iman, karena ia melengkapi dan menyempurnakan iman sehingga bertambah dan berkurangnya iman seseorang ditentukan dari amal perbuatannya.
Keimanan atau keyakinan tidak hanya berupa ucapan belaka, tetapi kesempurnaan aqidah atau keimanan seseorang harus dimulai dari lubuk hati yang paling dalam tanpa adanya keraguan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Orang-orang yang mengaku beriman dan berbuat baik dalam kehidupannya maka Allah akan memberi pahala yang melimpah, sebaliknya orang-orang yang mengaku beriman tetapi keimanan tidak terealisasi melalui perbuatannya maka azab Allah lah yang didapatnya.
Ilmu yang mempelajari aqidah (keimanan) dikenal dengan ilmu Tauhid, yang "Membicarakan tentang cara menetapkan aqidah agama dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik yang berupa dalil naqli, aqli maupun dalil wijlani. (Ash-Shiddieqy, 1992:1)
Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab Wahhada yang berarti mengesakan. Mengesakan Allah dalam segala hal. Keyakinan terhadap keesaan Allah sangat penting untuk membentuk dan memberi arah terhadap perilaku manusia di dalam hidup dan kehidupan ini.
Ilmu Tauhid merupakan pondasi dasar Islam, semua Rasul yang diutus oleh Allah adalah untuk mengesakan Allah. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Anbiya' ayat 25:
!$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqߧ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr&  Èbrßç7ôã$$sù ÇËÎÈ    
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. al-Anbiya'/21: 25)

Aqidah atau keimanan merupakan makanan jiwa. Apabila aqidah yang sesat masuk ke dalam jiwa, maka orang tersebut menjadi orang yang sesat.  Sebaliknya, apabila yang masuk ke dalam jiwa tersebut aqidah yang benar, yang membawa kepada keselamatan, maka orang tersebut akan menjadi orang yang benar.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aqidah (keimanan) adalah pondasi pokok yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Keimanan akan merambah jalan yang akan tempuh oleh seseorang.
Dalam penanaman nilai-nilai keislaman, aqidah (keimanan) ini merupakan aspek yang pertama dan utama yang harus dikembangkan. Karena dengan keimanan, seorang anak atau peserta didik tidak hanya cerdas secara akal tetapi juga cerdas secara kejiwaan. Dengan memiliki keimanan yang mantap peserta didik akan terarah dalam berbuat dan dapat memanfaatkan ilmunya sebagaimana mestinya, karena iman dan ilmu merupakan pasangan sejati, beriman tanpa ilmu adalah sia-sia, berilmu tanpa iman akan tersesat untuk selamanya.
Adapun untuk penanaman nilai keimanan ini harus dilakukan dengan lemah lembut sehingga ia benar-benar teresap ke dalam qalbu.

  1. Nilai Ibadah
Ibadah merupakan tujuan utama dari amalan seorang muslim dan merupakan realisasi dari keimanan seseorang. Ibadah merupakan sesuatu yang disukai oleh Allah dan diridhai-Nya. Baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang terang-terangan dilakukan maupun tersembunyi.
Ibadah berasal dari bahasa Arab yang berarti amal yang diridhai Allah (Yunus, 1973: 252). Sedangkan menurut Sidi Nazar Bakry, ibadah adalah menta'zimkan-Nya (membesarkan Allah) dengan sepenuh-penuh ta'zhim, serta menghinakan diri dengan menundukkan jiwa kepada-Nya. (Bakry, 2003: 87)
Dari kedua pendapat di atas, terang bahwa ibadah adalah melakukan amal-amal atau perbuatan yang diridhai oleh Allah sebagai wujud untuk mengagungkan Allah, tunduk dan menghinakan kepada-Nya.
Secara garis besar ibadah dalam ajaran Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok: Pertama, ibadah khashashah, yaitu ibadah yang ditentukan oleh syara'  ketentuan, kadar waktu dan tata cara pelaksanaannya, seperti : shalat, zakat, puasa dan haji. Kedua, ibadah 'am merupakan kebalikan dari ibadah khashashah yaitu ibadah yang tidaj ditentukan secara pasti tata cara pelaksanaannya dan kadar waktunya, ibadah ini tergantung pada pada kemauan dan kesanggupan seseorang untuk melaksanakannya, seperti: zikir dan amalan-amalan shaleh lainnya.
Dengan demikian pengertian ibadah bukan hanya syi'ar-syi'ar ubudiyah saja melainkan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Segala aktivitas manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali bahkan tidur itu sendiri bernilai ibadah di sisi Allah, jika dilaksanakan dengan ikhlas dan dengan cara yang diridhai-Nya. Intinya, ibadah berarti bukti ketundukkan manusia kepada Allah karena didorong oleh aqidah tauhid. Ibadah merupakan tujuan hidup manusia. Semua perbuatan manusia baik berupa ubudiyah maupun dari segi muamalah adalah dikerjakan dalam rangka penyembahan kepada Allah dan Mencari keridhaan-Nya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-An'am ayat 162-163:
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ   Ÿw y7ƒÎŽŸ°
 ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ  

Artinya:   Katakanlah, Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. al-An'am/6 : 162-163)

Suatu kehidupan bertujuan memberikan ketenangan hidup. Seseorang akan selalu tenang jiwanya karena mensyukuri nikmat Allah yang ada pada dirinya (baik ia seorang petani, buruh, pedagang, dan lain-lain), tetapi ia pun tetap bekerja untuk meningkatkan prestasinya dan penuh harapan akan datangnya hari depan yang lebih baik.
Hanya dengan melaksanakan ibadah secara universal, tujuan hidup akan terealisir. Dengan segenap kemampuan, manusia melaksanakan ibadah kepada Allah. Semua aktivitas manusia baik perasaan, pikiran dan perbuatan akan bernilai ibadah di sisi Allah atau tidak sepenuhnya merupakan hak Allah, sedangkan manusia hanya berusaha untuk memperolehnya dengan mengingat Allah di setiap waktu.

  1. Nilai  Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai Budi Pekerti atau kelakuan. (Depdikbud 1995 : 17). Al-khuluk (jamaknya akhlak) ialah (sifat/keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa dari padanya tumbuh perbuatan yang wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan perhubungan. (Zainuddin, 1991)
Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat akhlak itu mencakup dua syarat :
a.       Perbuatan itu harus konstan yaitu dilakukan berulang kali, kontinyu dalam bentuk yang sama.
b.      Perbuatan yang kontinyu itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran serta bukan karena adanya tekanan atau paksaan dari orang lain
Akhlak adalah kelakuan, yang mana akhlak di sini adalah berupa kelakuan manusia yang sangat beragam, keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruknya suatu perbuatan manusia itu sendiri.
Menurut al-Ghazali, ada empat unsur yang menjadikan akhlak itu baik, kekuatan ilmu yang membedakan benar dan salah, kekuatan "ghodlob" yang sesuai dengan garis hikmah sehingga menimbulkan sikap "syaja'ah", kekuatan syahwat yang sesuai dengan petunjuk akal dan syari'at serta kekuatan dalil yang mengendalikan kekuatan syahwat dan ghodlob di bawah petunjuk akal dan syari'at. (Zainuddin, 1991: 103-104)
Jika keempat unsur tersebut telah berjalan sesuai dengan fungsinya, maka akan dapat dicapai akhlak yang ideal yaitu terwujudnya keseimbangan akal dan nafsu.
Akhlak yang merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan tanpa pemikiran, dan mempunyai tugas yang jelas dan dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah jalan menuju kebahagiaan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.
Dalam Islam, akhlak merupakan sasaran dari ajarannya, dengan  yang tinggi. Oleh sebab itu, Allah mengutus Rasul-Nya untuk menyempurnakan akhlak.
Rasulullah SAW bersabda:
إنما بعثت لأ تمم صالح الأخلاق

Artinya: "Sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki akhlak". (Hanbal 1989 : 218)                    

Alhasil, dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan jalan menuju kebahagiaan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.

D.     Metode Penanaman Nilai-nilai Keislaman
Dalam menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak usia dini sangat dibutuhkan metode. Karena dengan metode yang tepat materi yang diajarkan akan mudah diterima oleh anak usia dini, sebaliknya tanpa metode yang tepat  dapat membuat anak usia dini tidak akan menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua. Dengan adanya metode tepat nilai-nilai keislaman yang diajarkan oleh orang tua kepada anak usia dini akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran anak usia dini untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar anak secara mantap. 
Sebelum membahas lebih lanjut tentang macam-macam metode yang cocok digunakan dalam penanaman nilai-nilai keislaman pada usia dini, alangkah lebih baiknya terlebih dahulu dilihat pengertian metode menurut para ahli. Metode berasal dari bahasa Yunani "metodos". Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu "metha" yang berarti melalui atau melewati dan "hodos" yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai  tujuan tertentu. (Ramayulis, 2005: 2) Sedangkan menurut Hasan Langgulung, metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. (Ramayulis, 2006 : 185)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode penanaman nilai-nilai keislaman adalah jalan atau cara yang harus dilakukan oleh orang tua dalam menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak usia dini. Apabila ini diabaikan, maka nilai-nilai tersebut sulit diserap oleh anak usia dini. Adapun cara atau jalan tersebut diantaranya adalah :
  1. Metode Keteladanan
Keteladanan yang diberikan orang tua merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam penanaman nilai-nilai kepada anak usia dini. Mereka menganggap bahwa orang tua adalah contoh terbaik, segala yang dilakukan oleh orang tua mereka anggap benar baik berupa ucapan maupun perbuatan karena menurut anak usia dini kebenaran adalah orang tua mereka.
Pengaruh keteladanan ini sangat besar dalam jiwa dan tingkah laku anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dilakukan, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip pokok pendidikan anak selama si anak tidak melihat orang tua sebagai teladan utama, nilai-nilai moral yang tinggi, sehingga sifat keteladanan ini merupakan tolok ukur yang menentukan dalam keberhasilan pendidikan (Mukhtar, 1999: 110) termasuk didalamnya penanaman nilai-nilai keislaman.
Oleh karena itu, dalam hal ini orang tua harus memulai dari diri sendiri terlebih dahulu untuk bisa mengajarkan kebaikan kepada anak usia dini dan harus berhati-hati dalam setiap tindakan. Setiap orang tua menginginkan anak yang shaleh dan berbakti kepada orang tua, tetapi itu mustahil terjadi jika orang tua tidak mampu memberikan contoh teladan yang baik. Hal ini sebagai tindakan untuk berhati-hati bagi orang tua agar tidak mendapatkan murka Allah karena mengajarkan hal-hal yang tidak ia sendiri tidak melakukannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat
Untuk menjadi teladan yang baik, orang harus mencontoh teladan utama terlebih dahulu yakni Nabi Muhammad SAW. Allah telah meletakkan dalam pribadi Rasulullah suatu gambaran yang sempurna untuk dijadikan sebagai uswah yang abadi bagi generasi selanjutnya dalam kesempurnaan akhlak. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 :
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# t
x.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ      

Artinya : "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah". (QS. al-Ahzab/33 : 21)

Selanjutnya, orang tua harus mengarahkan anak-anaknya untuk beruslah langsung kepada baginda Rasulullah SAW karena keteladanannya benar-benar sempurna. Misalnya, cara Rasullah bersikap, berbuat, berkata, memperlakukan sahabat, dan lain sebagainya.

  1. Metode Perhatian
Metode perhatian yang dimaksud di sini adalah mencurahkan perhatian dan mengikuti perkembangan anak dalam membina aqidah  dan moral, persiapan sosial dan spiritual, Di samping selalu bertanya tentang keadaan jasmaninya.
Islam dengan prinsip yang universal dan peraturannya yang abadi memerintahkan serta mendorong orang tua untuk memperhatikan dan mengontrol anak-anaknya dalam segala kehidupan yakni mencakup pendidikan jasmani dan rohaninya. Kedua aspek ini harus diberikan seimbang kepada anak usia dini karena hal itu sudah pasti ada dalam diri manusia.
Pengontrolan ini bisa diwujudkan oleh orang tua, misalnya ketika orang tua melihat hal yang baik dan terhormat, maka orang tua mendorong anaknya untuk melakukannya. Sebaliknya, ketika orang tua melihat hal-hal yang munkar, maka orang tua harus mencegah mereka, memberi peringatan dan jelaskan akibatnya. Jika orang tua mengabaikan anaknya maka anak akan terbiasa berbuat salah hingga dewasa kelak.
Allah telah mengingatkan orang tua agar melakukan pengawasan dan perhatian terhadap anaknya dan ini merupakan amanat yang diberikan Allah kepada orang tua. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Tahrim ayat 6 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ
 îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ      

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. at-Tahrim/66 : 6)

  1. Metode Nasehat
Metode lain yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak usia dini adalah dengan memberikan nasehat. Nasehat sangat berperan dalam menjelaskan hakikat sesuatu kepada anak usia dini, menghiasi dengan akhlak mulia, mengajari dengan prinsip-prinsip Islam.  Sebagaimana yang telah digambarkan Allah dalam kisah Luqman yang memberikan nasehat kepada anaknya dalam surat Luqman ayat 12-19.
Mendidik dengan cara memberikan nasehat adalah upaya membicarakan langsung dalam rangka memberikan pengetahuan dan bimbingan. Pemberian nasehat ini akan memberikan pengaruh terhadap jiwa anak, karena semua anak yang dilahirkan membawa pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar, maka orang tua harus mengulang-ulang nasehat kepada anaknya.
Dalam memberikan nasehat, yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah bahwa nasehat tidak akan ampuh bila tidak dibarengi dengan keteladanan. Misalnya, orang tua menasehati anak untuk tentang pentingnya mengerjakan shalat, tetapi orang tua itu sendiri tidak pernah shalat, maka nasehat yang diberikannya tidak akan tepat sasaran.
Nasehat yang halus dan lembut akan berpengaruh dengan cepat ke dalam  jiwa anak usia dini. Al-Qur'an telah menegaskan dalam ayat-ayatnya tentang manfaat dari peringatan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Qaf ayat 37 :
¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ 3tò2Ï%s! `yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s% ÷rr& s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur ÓÎgx© ÇÌÐÈ    

Artinya:   "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya. (QS. Qaf/50 : 37)

Firman Allah dalam surat azd-Dzariyat ayat 55 :
öÏj.sŒur ¨bÎ*sù 3tø.Ïe%!$# ßìxÿZs? šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÎÎÈ  

Artinya:   "Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya  peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (QS. adz-Dzariyat/51 : 55)
Firman Allah di atas lebih menguatkan bahwa metode nasehat sangat penting keberadaannya dalam membimbing jiwa anak ke arah kebaikan. Setiap manusia termasuk anak usia dini membutuhkan nasehat yang lembut, penuh kasih sayang sehingga membekas dalam jiwa anak dan dapat membuat anak usia dini kembali kepada kebaikan  serta tetap memiliki akhlak mulia.

  1. Metode Hukuman
Metode hukuman atau memberikan sangsi merupakan alternatif  terakhir yang dilakukan orang tua dalam memperbaiki kesalahan anak usia dini. Sebelum memberikan hukuman, sebaiknya dan seharusnya diberikan nasehat yang lemah lembut terlebih dahulu. Dengan demikian anak usia dini akan dapat membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah.
            Sebelum memberikan hukuman kepada anak yang harus dilakukan orang tua adalah : (Al-Amir, 1994: 44-45)
a.       Hukuman boleh dilakukan jika kesalahan itu telah dilakukan berulang kali.
b.       Pemberian hukuman harus sesuai dengan kadar dan besarnya masalah
c.       Terlebih dahulu memberikan petunjuk kepada anak agar kembali kepada kebenaran
d.      Perintahlah anak sesuai dengan kemampuannya, maksudnya tidak benar kalau orang tua memberikan hukuman hanya karena tidak mengerjakan sesuai dengan kemampuan.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, metode yang dipakai dalam memberikan hukuman kepada anak  adalah :
a.       Memberlakukan anak dengan lemah lembut dan kasih sayang
b.       Menjaga tabi'at anak yang salah dalam mempergunakan hukuman. Misalnya, sebagian anak cukup menampilkan muka cemberut dalam memperbaiki sikap. Tetapi sebagian anak tidak bisa dengan yang demikian, harus dengan kecaman yang lebih keras.
c.       Dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling berat,  seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah :
1)      Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan
2)      Menunjukkan kesalahan dengan lembut
3)      Menunjukkan kesalahan dengan isyarat
4)      Menunjukkan kesalahan dengan kecaman
5)      Menunjukkan kesalahan dengan sangsi yang keras (pukulan) dengan syarat :
a)       Memukul anak dengan pukulan yang tidak terlalu keras dan menyakitkan.
b)      Memukul anak setelah dilakukan berbagai upaya untuk menasehatinya.
c)       Tidak memukul bagian yang peka, seperti muka, kepala, dada dan perut.
d)      Tidak memukul anak sebelum berumur 10 tahun. (Ulwan, 1988: 155-167)
  1. Metode Kisah
Cerita atau kisah merupakan sarana pendidikan anak. Cerita bukan hanya membuat anak tertarik dan terpesona, tetapi lebih dari itu juga memberikan pengertian dan pemahaman tentang nilai-nilai keislaman kepada anak usia dini. Islam telah menyalurkan fitrah suka pada cerita kepada setiap anak yang dilahirkan serta menyadari bahwa cerita mampu mempengaruhi dan menyentuh perasaan orang yang mendengarnya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-A'raf ayat 176 :
öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur t$s#÷zr& n<Î) ÇÚöF{$# yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã ô]ygù=tƒ ÷rr& çmò2çŽøIs? ]ygù=tƒ 4 y7Ï9º©Œ ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# šúïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ 4 ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbr㍩3xÿtFtƒ

Artinya:    "Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. al-A'raf/7 : 167)

 Dampak yang diharapkan dari metode kisah ini terhadap anak usia dini diantaranya adalah :
a.       Kisah yang bernafaskan Islam akan membentuk kepribadian anak
b.       Kisah yang bernafaskan Islam sangat berguna dalam membantu anak memahami ajaran Islam dan menanamkan nilai-nilai keislaman.
c.       Melalui cerita yang diberikan orang tua, diharapkan akan terpengaruh oleh tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
d.      Anak usia dini akan merasa dirinya diperlakukan dengan istimewa dan kasih sayang serta penuh perhatian. Pemberian cerita ini misalnya ketika anak akan tidur dan pada situasi yang lainnya.
Demikianlah, secara garis besar metode-metode yang tepat digunakan oleh orang tua dalam menanamkan nilai-nilai keislaman terhadap anak usia dini. Tentunya masih banyak metode-metode lain yang dapat digunakan, tetapi lima metode di atas cukup mewakili untuk diterapkan oleh orang tua di dalam rumah tangga.

E.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penanaman Nilai-nilai Keislaman
Penanaman nilai-nilai keislaman yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak usia dini, belum tentu akan mencapai hasil yang maksimal. Karena proses penanaman itu dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: (Syah, 2005: 132-139)
  1. Faktor Internal Anak Usia Dini
Faktor internal ini meliputi dua kategori, kondisi fisiologis (jasmani) dan kondisi psikologis (rohani).
a.       Kondisi fisiologis (jasmani)
Kondisi jasmani ini dibagi pula kedalam dua bagian: (Suryabrata 1984 : 255-256)
1)      Kondisi tonus jasmani (tegangan otot) pada umumnya
            Keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah akan lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah. Dalam hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan :
a)       Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan menyebabkan kelesuan, lekas ngantuk dan sebagainya.
b)      Beberapa penyakit yang sangat kronis sangat mengganggu belajar, penyakit-penyakir seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan sejenisnya biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapat perhatian dan pengobatan, akan tetapi dalam kenyataannya penyakit-penyakit semacam itu sangat mengganggu aktivitas belajar itu.

2)      Kondisi fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indera
Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar dengan mempergunakan panca inderanya. Baiknya berfungsinya panca indera merupakan syarat dapatnya belajar berlangsung dengan baik. Seperti kondisi indra mata dan telinga, sehat atau kurang sehatnya akan mempengaruhi dalam menyerap informasi dan pengetahuan yang disampaikan.
b.       Kondisi psikologis (rohani)
Kondisi psikologis ini sangat banyak sekali yang mempengaruhi penanaman nilai-nilai keislaman terhadap anak usia dini. Namun paling esensial itu adalah sebagai berikut :
1)      Intelegensi/tingkat kecerdasan
Intelegensi diartikan kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau mnenyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Sedangkan menurut Ahmad Mudzakkir, intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan orang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. (Mudzakkir dan Sutrisno, 1997: 133). Kedua pendapat ini memberikan pengertian bahwa intelegensi bukan hanya persoalan kualitas otak saja, tetapi juga kualitas fisik. Memang otak lebih berperan daripada kondisi organ tubuh, karena otak merupakan salah satu penggerak aktivitas manusia. Dan intelegensi ini akan mempengaruhi anak dalam menyerap nilai-nilai yang ditanamkan orang tua. Anak yang  cerdas daya tanggapnya lebih cepat dibanding anak yang tingkat kecerdasannya di bawah standar. 
2)      Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif  berupa kecenderungan untuk merespon dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya. Apabila seorang anak usia dini memberikan respon yang baik ketika orang tua mengajarkan sesuatu tentang nilai-nilai keislaman maka itu pertanda baik bagi proses penanaman berikutnya. Sebaliknya, apabila anak usia dini memberikan respon yang negatif maka itu merupakan pertanda buruk terhadap tahap-tahap berikutnya.
3)      Bakat
Bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.  Menurut Dewa Ketut Sukardi, bakat  adalah memperkenalkan kondisi dimana menunjukkan potensi seseorang untuk mengembangkan kecakapannya dalam suatu bidang tertentu. (Sukardi, 1990 : 106). Pendapat ini memberikan pemahaman bahwa apabila anak usia dini memiliki bakat tentang  nilai-nilai keislaman yang ditanamkan, maka anak tersebut dengan mudah dapat menyerap dan mengamalkannya tanpa melalui upaya, latihan dan waktu yang banyak.
4)      Minat
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.  Minat ini timbul karena anak usia dini mempunyai rasa ingin tahu terhadap sesuatu dan memusatkan perhatian kepadanya. Oleh karena itu, orang tua harus berusaha menimbulkan minat dalam diri anak usia dini. Misalnya, ketika orang tua menceritakan sikap Umar bin Khattab yang pemberani, hendaknya orang tua menceritakannya dengan lemah lembut dan bahasa yang baik dan menarik. Dengan demikian anak usia dini akan merasa tertarik, mengidolakan sikap Umar dan menjadi anak yang tidak penakut dalam kehidupan sehari-hari.
5)      Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorong untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu, motivasi yang timbul dari dalam diri dan motivasi yang timbul dari luar diri anak usia dini, seperti dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Yang lebih signifikan dari keduanya adalah motivasi yang timbul dari dalam diri anak karena tidak tergantung dan terpengaruh oleh lain. Namun Orang tua juga harus berusaha sekuat tenaga untuk membangkitkan motivasi anak usia dini untuk berminat dan mengamalkan nilai-nilai keislaman. Misalnya, ketika orang tua mengajarkan anak usia dini untuk gemar menolong orang lain, maka orang tua memotivasinya dengan mengatakan bahwa orang yang suka menolong orang lain, maka orang lain juga akan senang menolongnya Di samping itu juga akan mendapat pahala dari Allah dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

  1. Faktor Eksternal Anak Usia Dini
Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada diluar diri anak usia dini. Lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, termasuk berhasil atau tidaknya penanaman nilai-nilai keislaman yang dilakukan oleh orang tua. Lingkungan yang baik akan membantu proses penanaman nilai-nilai keislaman. Sebaliknya, lingkungan yang negatif akan menghambat proses tersebut.
Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, lingkungan adalah ruang lingkup luar yang berinteraksi dengan insan yang menjadi medan dan aneka bentuk kegiatannya. Keadaan benda-benda sekitar itu sperti air, udara, bumi, langit, matahari dan sebaginya maupun masyarakat yang merangkumi insan pribadi, kelompok, institusi, sistem, undang-undang,  adapt kebiasaan dan sebagainya. (Al-Syaibany 1979 : 137)
 Berdasarkan pendapat di atas, faktor eksternal dapat dibagi menjadi :
a.       Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ini melingkupi keadaan cuaca, suhu, waktu, udara, tempat dan alat-alat yang digunakan dalam pendidikan. Lingkungan ini akan menentukan tingkat keberhasilan pendidikan.
Contoh: rumah terletak di lingkungan bising, akan mengganggu konsentrasi anak, ketika orang tua memberikan nasehat dan lain sebagainya.
b.       Lingkungan sosial
Lingkungan ini terdiri dari orang tua, anggota keluarga yang lain, masyarakat, adat istiadat dan sebagainya. Lingkungan ini juga dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ajaran atau penanaman nilai-nilai keislaman kepada anak usia dini.
Contoh: Keluarga yang kondisinya tenang dan tenteram akan membantu keberhasilan penanaman nilai-nilai kepada anak usia dini karena penuh dengan bimbingan dan arahan. Sebaliknya, keluarga yang penuh dengan keributan dan pertengkaran akan memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan anak usia dini.

  1. Faktor Pendekatan yang Digunakan
Selain faktor internal dan eksternal, pendekatan yang digunakan oleh orang tua keberhasilan penanaman nilai-nilai keislaman pada anal usia dini. Pendekatan  meliputi metode atau strategi yang digunakan yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi penanaman nilai-nilai keislaman. Pendekatan yang digunakan ini akan lebih terarah jika orang tua memperhatikan faktor internal dan eksternal.

Oleh : Anifal Ardi, S.PdI (dari berbagai sumber)