PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

A.     Batasan Anak Usia Dini
Dalam tahapan kehidupan manusia mulai dari hingga meninggal dunia, banyak istilah yang digunakan untuk mengistilahkannya. Di antaranya, yaitu bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan tua. Penyebutan istilah-istilah tersebut tentunya dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami perubahan pada setiap tahapan dan ciri-ciri yang ada padanya.
Dalam al-Qur'an juga ditemukan tahapan-tahapan kehidupan manusia mulai dari dalam rahim ibu hingga meninggal dunia. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-al-Mukminun ayat 12-15  sebagai berikut :
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ   §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ   ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sƒø:$# ÇÊÍÈ   §NèO /ä3¯RÎ) y÷èt/ y7Ï9ºsŒ tbqçFÍhyJs9 ÇÊÎÈ  

Artinya :    "Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati”. (QS. al-Mukminun/23:             12-15)
Firman Allah di atas mengandung makna dan tata nilai  yang sangat banyak, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Di sini terlihat betapa berarti seorang manusia yang diciptakan dari pati tanah, setetes mani, segumpal darah, segumpal daging, lalu disempurnakan daging itu, dikeluarkan sebagai seorang bayi, hidup untuk beramal, lalu diwafatkan kembali oleh Allah, ada yang dalam waktu dekat dan ada pula dalam waktu yang cukup lama.
Bila ditelusuri dengan kemampuan manusia biasa, alangkah rumitnya penciptaan seorang anak manusia yang mempunyai kelengkapan jasmani     dan rohani. Tetapi, bagi Allah itu hanyalah pekerjaan yang sangat mudah. Seharusnya ini menjadi pelajaran bagi manusia serta mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah.  Di dalam hidupnya hanya mengabdi kepada Allah dan dalam pengabdiannya selalu berbuat amal shaleh, karena setiap tahapan kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal dunia sangat berarti dan mesti dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak.
Kedatangan anak yang baru lahir (bayi) ke dunia ini berada dalam keadaan lemah dan sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Di samping belum sempurnanya fungsi-fungsi kejiwaannya, seperti penglihatan, pendengaran, perkataan dan lain-lain. Secara berangsur-angsur keadaan ini berubah dan berkembang kea rah yang lebih sempurna. Atau yang lebih dikenal dengan masa anak-anak.
Dalam skripsi ini, anak-anak yang berumur dari sejak lahir hingga usia enam tahun diistilahkan dengan "anak usia dini". Untuk mendudukkan kesepakatan para ahli tentang pengertian anak usia dini sangat rumit, karena mereka mempunyai teori dan landasan masing-masing.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, usia berarti umur (Depdikbud, 1995: 1113) dan dini berarti pagi sekali; benar-benar pagi. (Depdikbud, 1995 : 235). Secara bahasa umur pagi akan memberi kerancuan karena manusia berbeda pendapat tentang menentukan awal dan akhir pagi. Ada yang mengatakan pagi diawali tengah malam dan ada juga yang berpendapat pagi dimulai setelah terbit fajar, serta juga karena berbedanya perasaan masing-masing orang pada pagi hari. Akan tetapi, jika dibawakan ke dalam kehidupan seorang manusia, kata "pagi" mengandung makna awal penghidupan setelah beristirahat pada malam hari. Saat pagi hari ditemukan kesegaran, harapan, cita-cita, arah pekerjaan, kecerahan, dan lain sebagainya. Bila didekatkan awal kehidupan seorang manusia, tentu akan lebih tepat istilah usia dini digunakan untuk yang baru lahir, karena pada dirinya ditemukan harapan, kesegaran fisik, cerah, lembut, dan sebagainya.
Secara fisik pada masa usia dini (0-5 tahun) mengalami pertumbuhan yang banyak seperti pengerasan tulang, pembentukan otot, pertumbuhan     gigi, penambahan berat dan tinggi badan, pembentukan susunan syaraf dan pengembangan fungsi-fungsi dan sebagainya. Pada masa ini juga bertambahnya  kemampuan motorik berupa keterampilan fisik lainnya  seperti pengendalian mata, tersenyum, menahan kepala, berguling, bersuara, dan lain-lain. (Hurlock, 1998 : 76-95). Kemudian secara psikis pada masa usia dini juga mengalami perkembangan yang sangat menentukan untuk masa berikutnya, emosi dan intelegensi berkembang pesat, seperti gembira, kasih sayang, marah, cemburu, sedih, ingin tahu, bakat dan minat, rasa sosial, rasa keindahan, konsep diri, dan sebagainya. (Hurlock, 1998: 113-120)
Masa usia dini merupakan masa awal dari kehidupan manusia yang sangat potensial untuk dikembangkan, jika dilihat dari pendapat Hurlock di atas, yang dikatakan anak usia dini adalah anak umur 0-5 tahun. Sedangkan menurut Sri Rumini, mengatakan bahwa perkembangan anak dibagi menjadi beberapa tahapan, di antaranya masa (bayi 0-2 tahun), masa kanak-kanak                (2-12 tahun). Masa kanak-kanak  ini dibagi pula menjadi dua bagian masa kanak-kanak awal (2-6 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (6-12 tahun). (Rumini dan Sundari, 2004: 14-37). Jika ditelaah dari pendapat Sri Rumini tersebut jelas bahwa  masa bayi (0-2 tahun) merupakan masa yang awal sekali bagi kehidupan seorang manusia dan sangat membutuhkan bantuan orang lain, masa kanak-kanak awal merupakan masa tumbuhnya keterampilan anak dengan pesat, sedangkan masa kanak-kanak akhir merupakan masa yang sudah mulai mandiri. Jadi, berdasarkan pendapat ini, anak usia dini adalah anak usia dini adalah anak umur 0-6 tahun. Anak usia dini dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, yaitu infant (0-1 tahun), toddler (2-3 tahun), preschool/ kindergarten children (3-6 tahun). (http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan. anak.usia.dini.html). Senada dengan Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang SPN pasal 1 ayat 14, yang mengatakan bahwa anak usia dini adalah anak umur 0-6 tahun. Pada masa ini merupakan masa pemberian rangsangan untuk membantu perkembangan dan pertumbuhan anak. Sedangkan setelah itu dinamakan dengan anak usia sekolah.
Informasi  ilmu pengetahuan di atas memantapkan pandangan bahwa anak umur 0-6 tahun merupakan masa yang sangat potensial untuk dikembangkan, dibina, ditumbuhkan dan diinternalisasikan ke dalam dirinya nilai-nilai pendidikan Islam, di antaranya akidah, ibadah dan akhlak. Sebaliknya, dapat dikatakan bahwa kegagalan anak di masa depan merupakan dampak dari kegagalan mendidik anak pada masa ini.
Perbedaan yang terjadi antara para ahli di atas tentang penetapan akhir usia dini hanyalah dikarenakan bedanya dalam mengartikan kata "pagi", tapi pada hakikatnya adalah sama, bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan masa yang menentukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak bagi masa depannya. Maka istilah "usia dini" akan lebih memotivasi orang tua untuk peduli dan bertanggung jawab atas amanah anak yang diberikan Allah SWT.

B.     Perkembangan Psikis Anak Usia Dini
Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif  yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan ini bersifat kualitatif mengenai suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek. (Mujib dan Mudzakkir, 2002: 91). Ini berarti perkembangan bukan hanya sekedar perubahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek. (Sururin, 2004 : 45)
Pertumbuhan (perubahan kuantitatif) dan perkembangan (perubahan kualitatif) mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh, anak akan cerdas pikirannya apabila ditunjang oleh kesehatan fisiknya dan anak akan tumbuh kembang fisiknya apabila ditunjang oleh ketenangan jiwa. Uraian berikut ini akan bertumpu pada perkembangan psikis anak usia dini  dengan memperhatikan pertumbuhan fisik tentunya. 
Anak usia dini mempunyai karakteristik tertentu dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk memudahkan pemahaman perlu penggolongan tahapan dalam rentang kehidupan anak usia dini. Pertama, perkembangan masa pertama ialah antara umur 0-2 tahun. Kedua, perkembangan masa kedua ialah umur 3-6 tahun. (Hasyim, 1983 : 83-86)
Dalam psikologi perkembangan, terdapat tiga aliran besar yang memiliki pendapat tentang faktor-faktor  yang mempengaruhi perkembangan (Mujib dan Mudzakkir, 2002: 115-128)
1.       Nativisme, berpendapat bahwa perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh sifat bawaan, keturunan dan kebakaan. Sedangkan faktor lingkungan dianggap tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak.
2.       Emperisme, berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan netral, tidak membawa pembawaan apapun. Ia ibarat kertas putih (tabuka rasa) yang dapat ditulis apa saja yang dikehendaki. Artinya, perkembangan anak ditentukan oleh lingkungan.
3.       Konvergensi, aliran ini merupakan aliran yang mencoba menggabungkan kedua pendapat di atas. Menurut aliran ini, perkembangan seseorang dipengaruhi hereditas (bawaan lahir) dan lingkungan. Bawaan tidak akan berkembang apabila tidak akan berkembang secara wajar oleh lingkungan, sebaliknya lingkungan tidak akan mampu membina  perkembangan anak tanpa didasari oleh bawaan. Dengan istilah yang populer  aliran ini mengakui adanya pengaruh dasar dan ajar dalam perkembangan atau pertumbuhan manusia.
Berbeda dengan psikologi Islam, ketiga aliran tersebut tidak lantas diterima begitu saja walaupun Islam mengakui adanya pengaruh bawaan dan lingkungan terhadap perkembangan manusia, karena pengaruh bawaan dan lingkungan tidak berlaku pada semua keadaan dan waktu. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim adalah seorang yang shaleh sedangkan ayahnya adalah seorang kafir. Begitu juga dengan Nabi Nuh yang merupakan seorang yang shaleh tetapi kesalehan itu tidak dapat diturunkan kepada anaknya yang ingkar. Ini berarti hereditas atau bawaan lahir tidak mutlak dapat mempengaruhi perkembangan manusia. Contoh lain, istri Fir'aun yang bernama Asiyah tetap beriman kepada Allah walaupun ia hidup di lingkungan yang penuh dengan kekafiran. Artinya, lingkungan juga tidak mutlak dapat mempengaruhi perkembangan manusia. Menurut psikologi Islam sendiri, perkembangan manusia dipengaruhi oleh bawaan dan lingkungan dengan tidak mengabaikan takdir dan hidayah Allah.
Dalam Islam pertumbuhan anak usia dini dapat digolongkan menjadi 3 macam (Uhbiyati dan Ahmadi, 1997: 101-106), yaitu pertumbuhan secara biologis, pertumbuhan secara didaktis dan pertumbuhan secara psikologis. Dua yang terakhir biasa disebut perkembangan.
Pertama, pertumbuhan secara biologis di dasarkan pada surat al-Mukiminun ayat 67 sebagai berikut:
uqèd Ï%©!$# Nà6s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ §NèO öNä3ã_̍øƒä WxøÿÏÛ §NèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ¢OèO (#qçRqä3tFÏ9 %Y{qãŠä© 4 Nä3ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGム`ÏB ã@ö6s% ( (#þqäóè=ö7tFÏ9ur Wxy_r& wK|¡B öNà6¯=yès9ur šcqè=É)÷ès? ÇÏÐÈ  

Artinya  :   "Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)". (QS. al-Mukmin/40 : 67)

Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak itu tumbuh dan pertumbuhan itu melalui tahap sebagai berikut :
  1. Masa embrio (manusia dalam perut ibu)
  2. Masa kanak-kanak
  3. Masa kuat (kuat jasmani dan rohani atau pikirannya)
  4. Masa tua
  5. Meninggal dunia
Kedua, perkembangan secara psikologis. Anak usia dini  yang telah berumur 40 hari telah dapat tersenyum dan dapat melihat. Pada saat ini anak juga telah dapat merasakan sakit, merasakan hajat-hajat biologis. Umur 6 bulan anak telah mempunyai kemauan. Umur 7 bulan anak telah mulai tumbuh giginya. Mulai usia 8 sampai 14 bulan anak mulai berbicara, pada masa ini anak menuju ke arah segala sesuatu yang berhubungan erat dengan tabiat dan akalnya. Pada masa ini orang  tua harus menjaga jasmaninya agar jiwanya sehat. Mengarungi tahun kedua anak mulai dapat berjalan. Tahun ketiga pada diri anak telah berbentuk keinginan serta kemauannya. Tahun ke empat anak telah mempunyai zaqirah (ingatannya). Tahun ke tujuh ia dapat menetapkan sesuatu menurut hukum-hukum sendiri.
Ketiga, perkembangan secara didaktis. Anak yang berumur 0-6 tahun harus dijaga dari kotoran jasmani dan rohani (yakni antara lain dengan cara menyembelihkan aqiqah dan memberi nama yang baik). Dengan kata lain, periode ini adalah masa pendidikan secara dresser (pembiasaan) dalam hal yang baik-baik.
Dalam pandangan psikologi modern dapat digambarkan pola emosi anak usia dini sebagai berikut (Rumini dan Sundari, 2004: 48-49) :
  1. Marah, disebabkan karena berebut mainan, tidak tercapai keinginannya dan serangan dari orang lain. Ungkapan marah anak usia dini bisa berupa menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat dan memukul.
  2. Takut, disebabkan karena mendengar cerita atau gambar yang menakutkan, melihat orang marah-marah. Reaksi anak pada saat ini adalah panik, lari, menghindar, sembunyi dan menangis
  3. Cemburu, disebabkan karena perhatian orang tua beralih ke orang lain. Ungkapan cemburu anak adalah pura-pura sakit, menjadi nakal, dan lain-lain.
  4. Ingin tahu, disebabkan karena anak ingin mengetahui hal-hal baru dan ingin mengetahui tubuhnya sendiri. Reaksi anak terhadap hal ini adalah banyak bertanya.
  5. Iri hati, biasanya dikarenakan oleh kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Reaksi anak terhadap rasa cemburunya ini adalah mengeluh tentang barang yang dimiliki, mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang yang ingin dimiliki, mengambil barang tersebut.
  6. Gembira, terjadi karena anak sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang datang tiba-tiba, membohongi orang lain, berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Anak akan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, memeluk benda atau orang yang membuatnya gembira.
  7. Sedih, terjadi karena anak kehilangan sesuatu yang disayanginya. Anak akan menangis, kehilangan gairah mengerjakan pekerjaan sehari-hari apabila merasa kehilangan.
  8. Kasih sayang, terjadi karena anak punya keinginan atau butuh akan kasih sayang dan belajar mencintai sesuatu yang ada di sekitarnya. Ungkapan kasih sayang yang dilakukan anak adalah memeluk, menepuk, mencium, mengelus-elus, mengendong benda yang disayanginya.
Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan  didikan anak usia dini termasuk di dalamnya penanaman nilai-nilai keislaman. Orang karena itu, orang tua harus membimbing mereka untuk mengembangkan hal-hal berikut :
  1. Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaan-perasaannya.
  2. Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
  3. Kemampuan untuk menyalurkan keinginannya tanpa mengganggu perasaan orang lain.
  4. Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain. (Yusuf  2008 : 169-170)

C.     Agama dalam Pengalaman Anak Usia Dini
Pendidikan agama harus dimulai dari rumah tangga. Sejak si anak lahir, mulailah ia menerima didikan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya, semuanya itu ikut memberikan dasar-dasar pembentukan pribadinya. (Daradjat, 1990: 127). Keberadaannya dalam diri manusia sangat bersifat bathiniyah, sehingga sulit mengukur kadar agama seseorang atau menganalisir seseorang yang beragama sama dengan orang lain. Apalagi jika dilihat agama dalam pengalaman anak usia dini, maka akan terasa sulit. Walaupun demikian manusia, mulai dari masa usia sampai akhir hayat memerlukan agama sebagai pegangan hidup. Karena agama kebutuhan manusia, yang sudah bisa ditanamkan semenjak kecil.
Menurut Thomas yang dikutip Sururin, manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan (Sururin 2004 : 48) :
  1. Keinginan untuk selamat
  2. Keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru
  3. Keinginan untuk mendapatkan tanggapan baru
  4. Keinginan untuk dikenal
Berdasarkan pada kenyataan dan gabungan dari keempat keinginan tersebut, maka sejak lahir hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterima dari lingkungan itu kemudian terbentuklah keagamaan pada diri anak. Sementara menurut Woodwork yang dikutip Jalaluddin mengatakan bahwa anak yang baru lahir membawa instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Misalnya instink sosial pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk "homo socius", baru akan berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi. Kematangan sosial itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian pula dengan instink keagamaan. (Jalaluddin dan Ramayulis,1998:33). Jadi, ketika anak membutuhkan akan segala sesuatunya untuk bergantung, maka ketergantungan akan zat yang Maha Tinggi penting sekali ditanamkan. Karena anak memiliki instink ke arah  itu.
Senada dengan itu, Zakiah Daradjat mengatakan, pendidikan agama pada umur 0-6 tahun melalui pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarkan, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. (Daradjat, 2005: 126). Daradjat juga mengatakan bahwa iman ditumbuh-kembangkan melalui pengalaman hidup. Segera setelah seorang anak lahir perlu dikumandangkan adzan dekat telinganya (diadzankan), agar pengalaman pertama lewat pendengarannya adalah kalimat-kalimat tauhid yang berintikan pengakuan akan keagungan Allah dan kerasulan Muhammad, ajakan kepada kemenangan dan seruan untuk beribadah (shalat), diakhiri dengan pernyataan akan keagungan dan ke-Esa-an Allah. Bayi yang baru lahir memang belum mengerti arti kata-kata tauhid dalam adzan tersebut. Namun demikian, dasar-dasar keimanan dank e-Islam-an sudah masuk ke dalam hatinya. (Daradjat, 1994: 22)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, jelas bahwa anak yang baru lahir memiliki beberapa keinginan dan kebutuhan, termasuk di dalamnya kebutuhan akan agama. Karena dengan agamalah seorang manusia dapat menjalankan hidup dengan benar. Dengan kata lain, agama merupakan pegangan hidup  yang akan menuntun manusia dalam mengarungi kehidupan. Dan agama itu harus ditanamkan ke dalam jiwa anak mulai sejak kecil, melalui pendengaran, penglihatan, kebiasaan, latihan atau pengalaman yang diperolehnya melalui lingkungan. Jika tidak, setelah dewasa anak akan menjadi manusia yang tidak beragama dan tentunya hidupnya tidak akan terarah atau kacau balau. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut :
ما من مولود الايولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه              (رواه البخرى)                                                          

Artinya:     "Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan mereka Nasrani, Yahudi dan Majusi. (HR. al-Bukhari 1981:456)

Hadis di atas menerangkan bahwa agama yang tumbuh pada diri anak dipengaruhi oleh unsur yang ada di lingkungannya. Karena anak usia dini telah dapat melihat, mendengar dan mempelajari kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh orang tua dan orang lain yang ada disekitarnya, walaupun ia tidak mengetahui manfaat dari kegiatan yang dicontohnya itu. Dan orang tua adalah orang yang paling berpengaruh dalam hal ini.
Berdasarkan hal tersebut maka bentuk dan sifat agama pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian yaitu (Jalaluddin dan Ramayulis, 1998: 35-38)


  1. Unreflective (kurang mendalam/tanpa kritik)

Bentuk ini maksudnya adalah anak menganggap Tuhan bersifat seperti manusia. Apabila ada orang yang mengatakan bahwa Tuhan berbuat seperti manusia, maka anak menerimanya dengan tanpa kritik. Walaupun ada sebagian anak bersikap kritis pada tahapan ini.
  1. Egosentris
Apabila anak telah memiliki kesadaran akan dirinya dalam pertumbuhan dan perkembangan akan bertambah sejalan dengan pengalaman, maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya.
  1. Anthromorphis
Pada bentuk ini, anak membayangkan Tuhan sama seperti manusia dan mulai membayangkan bentuk Tuhan berdasarkan fantasinya.
  1. Verbalis dan Ritualis
Keagamaan tumbuh pada diri anak melalui ucapan, mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan amaliah yang mereka kerjakan berdasarkan pengalaman yang diajarkan kepada mereka.
  1. Imitatif
Sifat keagamaan anak tumbuh disebabkan dari hasil meniru orang lain, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Misalnya, anak akan melaksanakan shalat karena melihat dan meniru orang lain yang sedang shalat.
  1. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak. Rasa kagum pada anak berbeda dengan rasa kagum orang dewasa, rasa kagum pada anak belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.          
Untuk menanamkan semangat keagamaan pada anak orang tua harus melakukan hal-hal berikut : (Langgulung 1995 : 372)
1.      Memberi tauladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang dengan ajaran-ajaran agama.
2.      Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil.
3.      Menyiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada.
4.      Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah
5.      Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama, dan lain-lain.
Alhasil, anak yang dilahirkan ke dunia ini membawa berbagai keinginan dan membawa potensi keagamaan. Potensi keagamaan itu perlu diberi rangsangan dan dikembangkan semenjak kecil, melalui pendengaran, penglihatan, latihan, dan pengalaman. Karena kalau tidak dibiasakan sejak kecil maka anak tidak akan menyadari pentingnya agama dan akhirnya menjadi orang dewasa yang tidak beragama. Dan dalam hal ini, orang tualah yang paling bertanggung jawab, karena orang tua adalah madrasah pertama bagi anak, yang dilihat, didengar dan diperhatikan oleh anak usia dini di sebagian besar waktunya.

Oleh : Anifal Ardi, S.PdI (Dari berbagai sumber)